- Cobalah ingat-ingat. Dalam
beberapa hari terakhir apakah Anda sering sakit kepala? Terganggu oleh
sariawan? Kulit bermasalah? Tubuh cepat lelah? Jika iya,
berhati-hatilah. Menurut Andang Widhawari Gunawan, konsultan gizi dan
penggagas Food Combining, kondisi itu menandakan adanya tumpukan toksin
di dalam tubuh Anda.
Toksin atau racun, tentu harus dikeluarkan dari tubuh. Jika jumlahnya
sudah berlebih, ia akan menumpuk dan menyebabkan toksemia (kondisi
keracunan dalam darah). Jangan aggap enteng toksemia sebab ia berkaitan
dengan hampir semua penyakit degeneratif.
Penjelasan singkatnya begini: Sel-sel tubuh kita memperoleh makanan dari
darah, sedangkan darah memperolehnya dari usus. Usus menyerap makanan
dari setiap zat yang kita konsumsi. Jika ada racun dalam saluran usus,
racun akan terserap dan ikut beredar bersama darah ke setiap sel-sel
tubuh.
Racun bisa berasal dari dalam (endogenus) atau dari luar (eksogenus).
Yang dari dalam misalnya sisa metabolisme, radikal bebas, produksi
hormon berlebihan akibat stres, gangguan fungsi hormon, dan bakteri
penyakit yang sudah ada di dalam tubuh. Jadi, makanan yang kita konsumsi
untuk mencukupi kebutuhan gizi ternyata mengandung racun terselubung
yang tidak kita sadari. Sedangkan faktor eksogenus diantaranya polutan,
obat-obatan, hormon pada ternak, produk susu, makanan yang diproses,
lemak trans, dan mikroba.
Sebenarnya tubuh sudah memiliki mekanisme sendiri dalam menangani toksin
ini. Berkeringat, berkencing, dan buang air besar merupakan
detoksifikasi atau pengeluaran racun dari tubuh secara alamiah. Hanya
saja, cara ini tidak serta merta menuntaskan masalah. Ada saja penyebab
yang membuat mekanisme alamiah tadi terganggu.
"Bayangkan saja jika sehari saja kita mengalami gangguan buang air
besar. Atau tidak lancar. Berarti tubuh kita menyimpan racun satu hari.
Jika berhari-hari otomatis racun menumpuk dan mengendap. Jadi, melalui
buang air atau berkeringat saja ternyata tidak cukup," jelas Andang.
Untuk itulah kita harus melakukan detoksifikasi secara berkala.
Perbanyak konsumsi sayur
Detoksifikasi yang benar merupakan jawaban bagi tubuh untuk memperoleh
zat-zat gizi yang tepat dan memberi kesempatan tubuh untuk lebih leluasa
melakukan pembuangan. Organ yang berperan dalam proses detoksifikasi
adalah liver dan saluran usus.
Detoksifikasi yang hanya fokus pada pengeluaran racun saja sangat
berbahaya sebab memberi tekanan pada kedua organ tadi. Jadi, selain
mengeluarkan racun, detoksifikasi juga harus memberi makanan dan
mendukung kerja organ-organ tadi.
Ada dua sistem detoks. Yang pertama detoks xenobiotik, yakni proses
menetralisir toksin dari bahan kimia dan logam berbahaya yang berasal
dari makanan dan udara. Sistem kedua adalah detoks antioksidan yang
membersihkan zat reaktif terhadap oksigen atau radikal bebas seperti
sinar ultraviolet, rokok, dan asap hasil pembakaran.
Sesungguhnya, puasa yang telah dilakukan bulan Ramadhan merupakan cara
mudah dan aman berdetoks. Detoksifikasi sebaiknya dilakukan sekali dalam
setahun selama 30 - 40 hari. Ini hanya ancar-ancar saja.
Semakin kita tidak sehat tentu semakin sering dan lama waktu yang
diperlukan untuk proses detoksifikasi. Agar tidak kaget jika harus
berpuasa selama 30 - 40 hari, berlatihlah untuk berpuasa dua hari dalam
seminggu.
Saat berpuasa, secara alamiah usus akan membersihkan diri. Di saat yang
sama, organ tubuh lainnya seperti hati dan lambung akan beristirahat.
Hati - organ terbesar dalam tubuh - memang memiliki tugas yang berat.
Hati menjadi tempat menyaring segala sesuatu yang dikonsumsi maupun
dihirup manusia, termasuk yang diserap dari permukaan kulit. Dengan
berpuasa, tentu ada jeda sekian jam bagi hati untuk beristirahat.
Sedangkan lambung merupakan keranjang makanan yang tidak protes meski
yang masuk adalah makanan "jelek".
Bagi pemula, mulailah melakukan proses detoksifikasi dengan lebih banyak
mengonsumsi sayur dan buah segar. Jenis makanan ini memiliki kandungan
air dan serat yang tinggi sehingga membantu melancarkan pembuangan racun
dari usus. Di samping itu juga sarat dengan vitamin, mineral, dan
antioksidan yang sangat diperlukan organ-organ pendetoks tadi.
Selanjutnya lakukanlah puasa dan jika membutuhkan, asuplah suplemen
khusus detoks. Dalam memilih suplemen, sebaiknya yang mengandung bahan
makanan organik. Kurangi semua makanan pembentuk asam selama 3 - 7 hari
sebelum melakukan detoks.
Begitu juga selama menjalani puasa, tahan dulu keinginan untuk
mengonsumsi makanan pembentuk asam tadi. Makanan pembentuk asam adalah
makanan yang mengandung protein (hewani), pati, dan lemak (untuk
lengkapnya lihat boks). Efek bagi tubuh adalah munculnya asidosis, yakni
penurunan keasaman darah (di bawah 7,35).
Proses pengeluaran racun pada awalnya terasa lamban. Terlebih bila racun
sudah terbentuk lama. Proses pengeluarannya juga butuh waktu lama.
Proses detoksifikasi yang baik memang butuh waktu, tapi hasilnya lebih
tahan lama. Jangan terkejut dengan perubahan di dalam tubuh saat
menjalani detoksifikasi. Dalam terapi pengobatan alami, reaksi tubuh
seperti ini disebut sebagai healing crisis.
Bentuk dan manifestasinya berbeda-beda tiap orang. Beberapa contoh
misalnya warna urine berubah menjadi lebih keruh dan berbau menyengat;
sering kentut dengan bau sangat menusuk; pusing, mual, nyeri sendi/otot,
batuk atau flu; dan kotoran banyak disertai dengan mukus atau lendir
yang cukup pekat.
Puasa 40 hari
Reaksi tadi biasanya muncul pada hari ketiga dan tidak berlangsung lama.
Paling beberapa hari saja. Saat healing crisis muncul, jangan
mengonsumsi obat-obatan apa pun. Jika tidak yakin dengan apa yang Anda
rasakan, lebih baik berkonsultasi dengan ahli terapi nutrisi atau dokter
yang mengerti soal terapi nutrisi.
Untuk mengatasi reaksi detoks, lakukanlah hal-hal berikut. (a) Istirahat
di tempat sejuk dan memiliki sirkulasi udara yang baik. (b) Tidak
berpanas-panas di bawah terik matahari. (c) Tidak melakukan aktivitas
yang menghabiskan energi seperti berjalan jauh, olahraga berat, atau
berhubungan seksual. (d) Sering minum, tetapi hanya boleh minum air
putih dan jus buah segar. Warna urin yang keruh boleh jadi karena tubuh
kekurangan cairan.
Selama krisis penyembuhan tadi, hindari makanan berat seperti daging,
nasi, dan makanan berlemak. Begitu juga dengan paparan pestisida. Yang
terpenting, bersabarlah. Apalagi bagi mereka yang racunnya sudah
terbentuk sejak lama tentu butuh waktu lama juga untuk membersihkannya.
Bayangkan saja ketika Anda harus membersihkan kerak kotoran yang sudah
lama menempel di lantai kamar mandi.
Proses detoksifikasi sendiri memang berliku. Ada lima tahapan yang
berlangsung dalam 40 hari. Tahap pertama berlangsung selama dua hari.
Pada tahap ini kadar gula darah turun sampai di bawah 70 mg/dl. Untuk
kembali normal, glikogen dari lever diubah menjadi glukosa dan
dilepaskan ke darah. Glikogen juga bisa diambil dari otot, yang
berakibat tubuh menjadi lemas.
Untuk menghemat energi maka Basal Metabolic Rate (BMR) turun sehingga
denyut jantung melambat dan tekanan darah pun turun. Healing crisis
muncul pada tahap ini: sakit kepala, pusing, mual, nafas bau, mata
berkabut, dan lidah terasa tebal. Tahap ini mungkin ditandai dengan rasa
lapar yang sangat kuat.
Tahap kedua yang berlangsung pada hari ketiga sampai hari ketujuh, tubuh
sudah mulai menyesuaikan diri dengan kondisi puasa. Sistem pencernaan
istirahat dan memusatkan energinya pada pembersihan dan penyembuhan.
Lemak diurai untuk melepas gliserol yang akan diubah menjadi gliserol.
Oskidasi lemak menghasilkan keton-keton yang menekan selera makan.
Kulit pun lebih berminyak (bahkan bisa muncul jerawat atau bisul) karena
lemak-lemak rusak mulai dikeluarkan dari dalam tubuh. Organ-organ
pembersihnya pun mulai diperbaiki, termasuk paru-paru. Jadi, kalau
paru-paru terasa nyeri jangan takut. Perbaikan juga menyentuh usus besar
sehingga plak pada dindingnya mulai lunak dan lepas. Nafas masih bau
dan lidah masih terasa tebal.
Seminggu kemudian (hari ke-8 sampai ke-15) merupakan tahap ketiga,
ditandai dengan peningkatan energi, pikiran lebih jernih, dan tubuh
terasa lebih fit. Bekas luka lama mungkin menganggu dan menimbulkan
nyeri karena kemampuan menyembuhkan dari tubuh meningkat selama proses
detoksifikasi ini. Sel-sel darah putih mengeluarkan zat yang dapat
melarutkan sel-sel mati.
Zat inilah yang menimbulkan rasa nyeri pada saraf di sekitar bekas luka
tadi. Nyeri ini justru menjadi penanda bahwa proses penyembuhan hampir
mencapai finish. Nyeri dan tegang juga muncul pada otot akibat iritasi
toksin, terutama di kaki sebab toksin berkumpul di kaki. Persoalan lain
yang muncul pada tahap ini adalah sariawan akibat bakteri berlebihan di
mulut. Penyelesaiannya gampang: kumur dengan air garam.
Sisa hari sampai detoksifikasi selesai adalah tahap keempat. Tubuh sudah
beradaptasi dengan proses detoks sehingga energi pun meningkat dan
pikiran lebih jernih. Pikiran jernih mungkin terasa setelah hari ke-20.
Emosi menjadi stabil, daya ingat dan konsentrasi meningkat.
Tubuh telah bekerja pada kapasitas maksimum dalam mengganti sel-sel yang
rusak. Keseimbangan homeostatik mencapai tingkat optimal. Sistem getah
bening sudah bersih, namun lendir bisa saja masih keluar melalui hidung
dan tenggorokan. Gangguan nafas sudah hilang, begitu juga lidah sudah
normal, berwarna merah muda. Jadi, sudah pede lagi.
Tahap kelima adalah buka puasa. Saat berbuka ini, makanan yang masuk
akan melepaskan plak pada dinding usus yang sudah meluak. Toksin masuk
ke darah dan keluar dari tubuh melalui usus besar.
Empedu membuang ampasnya melalui cairan emped dalam jumlah besan dan
menyebabkan ingin segera buang air besar setelah makan. Mungkin saja
diikuti dengan diare. Jika tak nyaman bisa dibantu dengan colon
hydrotherapy.
Memang panjang dan tak nyaman (sepertinya) proses detoksifikasi. Namun
ingatlah manfaat setelah itu: kulit menjadi bersih, sehat, kencang, dan
lembut; berat badan turun; daya ingat meningkat; kadar gula darah,
tekanan darah, fungsi liver, dan ginjal menjadi lebih baik;
gejala-gejala penyakit seperti alergi, sakit kepala, kembung, dan
sebagainya hilang; dan masih banyak lagi.
Jadi, mengapa tak diteruskan puasanya? Atau yang belum berpuasa, bisa berlatih puasa. (Agus Surono)
Sumber : Intisari/Kompas